Pencarian Yang Sesungguhnya

Siang berganti malam, malam berganti siang. Detik-detik merangkai menit, jam dan hari, menggenapkan bulan dan tahun. Kehidupan terus berjalan tanpa mengenal lelah. Tergoreslah di sana sejarah kemanusiaan yang berawaldarigaris kelahiran dan berakhirdi stasiun kematian. Mereka hidup berdasarkan suratan takdir yang telah ditentukan, tentang bentuk fisik mereka, rezeki yang akan didapat, peristiwa-peristiwa yang akan dialami dan berapa lama mereka akan menetap di bumi. Satu sama lain ketetapannya berbeda-beda, begitu pun amal perbuatan dan tujuan hidup mereka, sehingga hasil yang didapat pun berbeda. Ada yang mengumpulkan harta terus menerus, mereka menganggap dengan harta itu akan beroleh ketentraman, ada yang sibuk meni’mati kesenangan-kesenangan dunia, ada yang berjuang keras demi mendapatkan kasih sayang sesamanya, ada yang depresi karena derita kemiskinannya, ada yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang, ada yang berbuat semena-mena terhadap sesamanya, dan ada pula yang khusyu’ beribadah kepada Tuhannya. Lalu, apa sebenarnya yang dicari oleh manusia di dunia ini, apakah harta kekayaan? Kekuasaan? Kedudukan? Kasih sayang sesama? Kesenangan-kesenangan? Atau kebahagiaan? Yang pasti, semuanya akan berakhir dengan kematian.


Jika kita orang beriman, tentu kita harus mengetahui apa yang sebenarnya dicari di dunia ini. Kita mesti merenungkan apa yang dicari oleh para Nabi dan Rasul di dalam perjuangan dakwah mereka, para syuhada, para shiddiqin serta orang-orang shaleh. Agar kita senantiasa berada di garis keimanan dengan mengikuti jejak langkah mereka.
Mengapa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak meminta saja kepada Allah Azza wa Jalla agar memberinya kekayaan melimpah di dunia ini, padahal beliau adalah orang yang selalu dikabulkan doanya. Akan tetapi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam terkadang melewati malam-malamnya dalam keadaan lapar. Satu bulan lebih tanpa ada nyala api sedikit pun di rumahnya. Hari-hari berlalu dalam keadaan kelaparan dengan tidak mendapati sebiji kurma pun sekedar untuk mengganjal rasa laparnya.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah merasa kenyang dari sepotong roti gandum selama tiga hari berturut-turut, bahkan beliau tidur di atas tikar yang membekas pada punggungnya.Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengikatkan batu pada perutnya karena rasa lapar yang menderanya, sehingga hal itu kadang terlihat oleh para sahabatnya pada raut wajahnya.
Rumahnya pun terbuat dari tanah, kecil dan beratap rendah.Bahkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menggadaikan baju besinya dengan tiga puluh sha’ gandum pada seorang Yahudi.Beliau terkadang hanya memakai kain sarung dan selendangnya. Sekali-kali dia tidak pernah makan di meja makan, sampai terkadang para sahabatnya mengantarkan makanan begitu mereka tahu akan kebutuhannya.
Itulah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, manusia paling mulia dan paling dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla. Beliau menjelaskan bahwa dunia ini tidaklah sepadan dengan satu sayap nyamuk di sisi Allah Azza Wa Jalla. Beliau lebih memilih kehidupan akhirat yang abadi dari pada kehidupan dunia yang fana.Tidaklah hidup di dunia ini bagi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam melainkan hanya sekedar mampir sebentar saja. Beliau bersabda :“Tidaklah dunia ini bagiku melainkan perumpamaanku dengan dunia seperti seseorang yang berteduh di bawah pohon, kemudian berdiri dan meninggalkannya.” (HR. Ahmad).
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ. العنكبوت ۱۹:٦٤

“Tidaklah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan permainan, dan sesungguhnya negeri Akhirat itulah kehidupan yang sesungguhnya, kalaulah mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut, 19 : 64).
Akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang ada di sana adalah kebahagiaan yang sesungguhnya, begitu pula kesengsaraan yang ada di sana adalah kesengsaraan yang sesungguhnya. Kebahagiaan dan kesengsaraan apapun yang dilalui semasa di dunia menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan kenyataan hidup di akhirat.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ.رواه مسلم

“Dari Anas bin Malik, dia berkata; Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan penduduk neraka yang ketika di dunia adalah orang yang paling merasakan kesenangan di sana. Kemudian dia dicelupkan di dalam neraka sekali celupan, lantas ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku!’. Dan didatangkan pula seorang penduduk surga yang ketika di dunia merupakan orang yang paling merasakan kesusahan di sana kemudian dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sebelum ini?’.Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku, aku belum pernah merasakan kesusahan barang sedikit pun.Dan aku juga tidak pernah melihat kesulitan sama sekali.’.”(HR. Muslim)
Berharap yang abadi adalah lebih baik dari pada berharap yang sementara, tetapi mengapa banyak manusia justeru berharap kesenangan dunia yang sementara dan melupakan kesenangan akhirat yang abadi? Sebesar apapun kesenangan di dunia, ia akan segera lenyap, dan kelenyapannya akan terasa sekejap mata. Saat tiba di masa tua, seseorang akan merasakan lenyapnya masa muda yang penuh gagah berani dalam kejapan mata, begitupun saat setelah meninggal, maka hidup terasa begitu cepat. Orang yang berjuang hanya untuk dunia, maka hasilnya akan dia dapatkan sebatas hidupnya di dunia dan segera berakhir dengan kematian yang selalu mengejarnya. Tetapi orang yang berjuang untuk kehidupan di akhirat, jangkauan cita-citanya menembus akhirat, meski ia merasakan berat dalam perjuangannya, namun ia selalu yakin akan balasan yang sangat besar yang disediakan Allah di dalam surga-Nya kelak teruntuk orang-orang shaleh yang senantiasa berjuang di jalan-Nya. Besarnya keni’matan surga itu tak mampu dijangkau oleh lamunan seorang manusia, sehingga jika kita membayangkan suatu keni’matan yang kita anggap paling besar sekalipun, belum seberapa jika dibandingkan dengan hakikat keni’matan surga yang sesungguhnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits Qudsi berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِيْنَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ : وَاقْرَؤُوْا مَا شِئْتُمْ : (فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ) السجدة : ۱۷ . متفق عليه

“Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya”. Abu Hurairah berkata: Bacalah jika kalian mau, “seseorang tidak akan mengetahui apa yang dirahasiakan bagi mereka berupa penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan [QS. Assajdah: 17].” (Muttafaq ‘Alaih).
Besarnya keni’matan surga akan membuat segala jerih payah melakukan amal shaleh selama di dunia menjadi tidak terasa, karena di sanalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Di sanalah keabadiaan yang tidak akan fana, kesenangan yang tidak akan jatuh pada kesusahan, kekayaan yang tidak akan berubah menjadi miskin, masa muda yang tak akan pernah tua. Tidak ada yang dilakukan oleh para penghuni surga itu selain keni’matan. Mereka tidak pernah merasa lelah, lapar, haus, sakit, bahkan kesusahan sekecil apapun tidak akan mereka alami seperti halnya buang hajat yang biasa kita lakukan selama di dunia.
Di antara sekian besar keni’matan surga itu, yang paling besar adalah bertemu dengan Sang Maha Pencipta, menatap langsung indahnya wajah Allah Azza wa Jalla. Itulah keni’matan yang sesungguhnya. Itulah pencarian yang sesungguhnya bagi seorang mu’min yang berjuang di dunia ini.Pencarian itu selalu melahirkan semangat dan pengorbanan yang tinggi. Siang dan malam ia lalui dalam perjuangan di jalan Allah tanpa peduli harus berhadapan dengan resiko apapun yang menghampirinya. Ia rela mengorbankan kesantaian hidup, harta kekayaan, memeras keringat, membanting tulang, menguras pikiran, ia rela mengorbankan apapun yang dimilikinya sekalipun harus mengorbankan nyawanya sendiri, karena ia selalu setia pada pengharapan yang teguh di dalam dirinya, pada dambaan yang selalu hinggap di dalam hatinya, yaitu dapat bertemu dengan Allah Sang Pencipta.
عَنْ صُهَيْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا ؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ ؟ فَيَكْشِفَ الْحِجَابُ ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ (لِلَّذِيْنَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَالزِّيَادَةُ ) يونس : ۲٦ رواه مسلم

“Dari Shuhaib ra. bahwasannya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila penghuni surga masuk surga, Allah Azza Wa Jalla berfirman : Maukah kalian Aku tambahkan sesuatu untuk kalian? Lalu mereka menjawab, bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? Lalu tersingkaplah tabir, maka tidak ada sesuatu yang diberikan kepada mereka yang lebih mereka cintai selain dari melihat Rabb mereka Azza wa Jalla, kemudian beliau membaca surat “ Bagi orang-orang yang berbuat baik mendapat kebaikan dan tambahan.” [Surat Yunus : 26]. (HR. Muslim).
عَنْ أُبَي بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى (لِلَّذِيْنَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَالزِّيَادَةُ) قَالَ : الحُسْنَى : الجَنَّةُ وَالزِّيَادَةُ : النَّظَرُ إِلَى وَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ . رواه ابن أبي حاتم

“Dari Ubay bin Ka’ab ra. Bahwasannya ia bertanya kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tentang firman Allah Azza Wa Jalla “Bagi orang-orang yang berbuat baik mendapat kebaikan dan tambahan”, beliau menjawab : kebaikan itu adalah surga dan tambahan itu adalah melihat wajah Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ibnu Abi Hatim).
Oleh karena itu, berazamlah (bertekadlah) dalam perjuangan di jalan Allah dengan tujuan meraih ridho dan dapat bertemu dengan Allah Azza wa Jalla di surga kelak. lalu istiqomahlah di dalam azam tersebut. Tak ada waktu bagi kita untuk memalingkan kedua mata kita untuk mengagumi gemerlapnya perhiasan kehidupan dunia yang fana ini serta mengikuti orang-orang yang lupa kepada Allah dan memperturutkan hawa nafsu.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا. الكهف ۱۸:۲۸

“Dan bersabarlah dirimu bersama orang-orang yang beribadah kepada Rabb mereka di pagi dan sore hari, mereka menginginkan (bertemu) wajah-Nya, dan janganlah kau palingkan kedua matamu dari mereka untuk menginginkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kau ikuti orang yang kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan ia mengikuti hawa nafsunya dan urusannya sia-sia.” (QS. Al-Kahfi, 18:28)

Tinggalkan komentar