Hujan, mengingatkan Hari Kebangkitan

Saat langit mendung, tanda akan turun hujan. Suasana terlihat agak gelap, segera kita berlindung di bawah atap agar terhindar dari guyuran airnya. Kita merasa tenang di dalam rumah saat hujan mulai turun. Dari balik jendela kita pandangi gemericik air berjatuhan yang membasahi bumi, adakalanya hanya gerimis, dan adakalanya hujan deras. Udara terasa sejuk, hati pun riang gembira, terlebih bagi orang-orang yang hidup di daerah panas dan gersang. Siapakah yang menurunkan hujan? Bagaimanakah proses terjadinya hujan?

“Allohyang mengirimkanangin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Alloh membentangkannya di langit menurut yang dikehendakinya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Ar-Rum: 48).

“Tidakkah engkau melihat bahwa Alloh menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (An-Nuur: 43)

Alloh-lah yang menurunkan hujan. Pada awalnya, Alloh mengirimkan angin. Angin inilah yang membawa gelembung air di lautan menuju langit. Ibnu Katsir mengatakan, “baik dari laut, sebagaimana disebutkan oleh lebih dari satu orang (ulama), atau dari sesuatu yang Alloh kehendaki.”[1]  Lalu angin itu menggerakkan awan. Secara perlahan ia bergerak hingga terkumpullah menjadi awan yang telah mengandung air hujan. Setelah itu Alloh membentangkannya dengan ukuran sesuai kehendak-Nya. Awan itu menjadi potongan yang terpisah-pisah, bergumpal-gumpal. Lalu turunlah air hujan dari celah-celah awan tersebut. Di sebagian tempat, ia menjadi salju, dan di tempat lainnya turun sebagai air hujan biasa sesuai kehendak Alloh.

Air hujan itu menjadi rizki untuk manusia. Ia dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menghidupkan bumi yang tandus . “Dan Kami telah menurunkan dari awan yang mengandung air hujan (Al-Mu’shirot) air yang deras. Untuk menumbuhkan dengannya biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan. Dan kebun-kebun yang lebat.” (An-Naba: 14-16). “Dan Kami telah menurunkan dari langit air yang diberkahi, maka Kami menumbuhkan dengannya kebun-kebun dan biji-bijian yang dapat dipanen. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun. Sebagai rizki bagi hamba-hamba dan Kami hidupkan dengannya negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya hari kebangkitan.” (Qof: 9-11).

Ada yang menarik pada saat Alloh menjelaskan karunia-Nya yang besar berupa hujan beserta proses dan fungsinya, yaitu setelahnya selalu diikuti dengan penekanan bahwa seperti itulah terjadinya hari kebangkitan, seperti dalam ayat di atas dan juga dalam ayat-ayat yang lain. “Maka perhatikanlah jejak-jejak rahmat Alloh, bagaimana Alloh menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ar-Ruum: 50). “Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami Tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (Al-A’rof: 57). “Dan Dia-lah (Alloh) yang telah menurunkan air dengan suatu ukuran maka Kami hidupkan dengannya negeri yang mati (tandus), seperti itulah kalian akan dibangkitkan.” (Az-Zukhruf: 11).

Lalu apa hubungannya antara hujan dengan hari kebangkitan? Inilah yang harus menjadi pelajaran berharga bagi kita. Dan ini pula yang menjadi bukti dan bantahan terhadap orang-orang kafir yang tidak meyakini adanya hari kebangkitan. Alloh SWT mengumpamakan terjadinya proses hari kebangkitan manusia dari alam kubur dengan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan dari bumi yang tandus melalui guyuran air hujan dari langit. Memang seperti itulah kebangkitan manusia dari alam kubur, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut ini;

“Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata, Rosululloh saw bersabda: “Jarak antara dua tiupan itu empat puluh.” Mereka berkata, wahai Abu Huroiroh! Apakah empat puluh hari? Ia menjawab, aku enggan memastikan. Mereka berkata, apakah empat puluh bulan? Ia menjawab, aku enggan memastikan. Mereka berkata, apakah empat puluh tahun? Ia menjawab, aku enggan memastikan. Kemudian Alloh menurunkan air dari langit, maka mereka bangkit seperti tumbuhnya sayuran. Ia berkata, “Tidak ada bagian manusia yang tidak hancur kecuali satu tulang, yaitu ‘ajbudz-dzanab (bagian akhir tulang ekor), darinya makhluq itu disusun kembali pada hari kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)[2]

Bangkitnya manusia dari alam kubur setelah mereka hancur lebur seperti tumbuhnya sayuran. Itulah yang menjadi point penting yang mesti kita ingat, sehingga keimanan kita terhadap hari kebangkitan semakin kuat. Tumbuhnya sayur-sayuran itu tentu bermula dari sebutir biji. Begitupun manusia, ia akan dibentuk menjadi seperti semula dari sebutir tulang kecil dari tulang rusuk (‘ajbudz-dzanab), tulang itulah yang akan awet hingga hari kebangkitan.

 

[1]Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6 hal.322

[2]Shohih Bukhori, Kitab Tafsir, Tafsir Surah ‘Amma, Bab Yauma yunfakhu fish-Shuur, No.4935 dan 4814. Shohih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrotus-Sa’ah, Bab Maa Baina Nafkhoin, No.2955

Tinggalkan komentar