Gantungkan Cita-cita Setinggi Al-Firdaus

Renungan Jum’at

Pesantren Al-Firdaus, 23 Muharrom 1434 H / 7 Desember 2012 M

Gantungkan cita-cita setinggi-tingginya, bukan setinggi langit, karena ada yang lebih tinggi dari langit. Apakah cita-cita tertinggi itu? Mari kita kaji melalui hadits berikut ini :

Dari Abu Huroiroh ra ia berkata, Rosululloh saw bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, mendirikan sholat dan shaum di bulan Romadhon, ia berhak atas Alloh untuk memasukkannya ke dalam surga, baik ia berjihad di jalan Alloh atau duduk di tempat tinggalnya yang ia lahir padanya. Para sahabat bertanya: “Apakah kami sebarkan kabar gembira ini kepada orang-orang?” Rosululloh saw melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya di surga ada seratus tingkatan yang disediakan oleh Alloh untuk orang-orang yang berjihad di jalan Alloh, antara satu tingkat dengan yang lainnya jaraknya seperti antara langit dan bumi, maka apabila kalian memohon kepada Alloh maka mohonlah kepada-Nya surga Al-Firdaus, karena sesugguhnya ia adalah surga paling tengah dan surga paling tinggi yang diperlihatkan kepadaku.” Beliau bersabda lagi, “Di atasnya ada ‘Arsy Alloh Arrohman, dan darinya terpancar sungai-sungai surga.” (HR. Bukhori dalam Kitab Jihad was Sair, bab Fadhlul Jihad was Sair).

Tentang Abu Huroiroh. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Huroiroh, kita tahu bahwa beliau adalah seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, tercatat di dalam sebuah musnad bahwa hadits yang diriwayatkan oleh beliau adalah 5374 hadits. Yang menarik adalah justru beliau bersama dengan Rosululloh saw kurang lebih tiga tahun, tetapi hadits yang beliau riwayatkan melebihi sahabat lain yang lebih awal masuk Islam seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan lainnya. Abu Huroiroh masuk Islam pada tahun ke-7 hijriah pada saat peristiwa perang Khoibar. Saat itu Rosululloh saw bersama para sahabat ada di Khoibar, dan Rosululloh saw menitipkan kota Madinah kepada seorang yang bernama Siba bin Urthufah Al-Ghifari. Pada saat shubuh Abu Huroiroh datang bertemu dengan Siba untuk menyatakan dirinya masuk   Islam, lalu ditunjukkan kepadanya jalan menuju Khoibar, lalu beliau bersyahadat di hadapan Rosululloh saw dan bergabung dalam pasukan kaum Muslimin. Ternyata, meski hanya tiga tahun bersama Rosululloh saw, tetapi beliau melakukan Mulazamah yaitu selalu menyertai Rosululloh saw.

Hadits di atas berbicara mengenai keutamaan orang yang berjihad di jalan Alloh yaitu dengan diberikannya derajat surga yang tinggi. Surga memiliki seratus tingkatan yang disediakan oleh Alloh untuk orang-orang yang berjihad di jalan Alloh, antara satu tingkat dengan yang lainnya jaraknya sebagaimana antara langit dan bumi, maka apabila kalian memohon kepada Alloh maka mohonlah kepada-Nya surga Al-Firdaus, karena sesugguhnya ia adalah surga paling tengah dan surga paling tinggi yang diperlihatkan kepadaku, di atasnya ada ‘Arsy Alloh Arrohman, dan darinya terpancar sungai-sungai surga.

Potongan hadits yang digaris bawahi di atas adalah pelajaran bagi kita untuk bercita-cita tinggi. Jadi kalau kita memohon surga kepada Alloh, jangan tanggung-tanggung, mohonlah surga yang paling tinggi, tempatnya para Nabi dan Rosul, yaitu Al-Firdaus. Itulah cita-cita tertinggi kita. Maka untuk mencapai tingkatan tertinggi di surga, wasilahnya adalah kita harus mencapai prestasi ibadah yang tertinggi pula di dunia, baik sholat, zakat, shaum, haji, menuntut ilmu, shodaqoh, dll, karena Alloh SWT menjadikan kehidupan di dunia ini untuk menguji kita siapa yang terbaik amalnya (Al-Mulk : 2). Bahkan dalam sebuah hadits Rosululloh saw menyatakan bahwa Alloh mewajibkan sikap Ihsan dalam segala hal. Ihsan maknanya adalah melakukan amal dengan yang terbaik, sampai dalam menyembelih pun kita diperintahkan untuk berbuat Ihsan jangan sampai menyakiti hewan sembelihan.

Sikap Ihsan inilah yang mesti kita miliki, yaitu sebuah sikap yang tertanam dalam diri kita untuk melakukan segala amal sholeh dengan yang terbaik, apapun amal sholeh itu, baik dalam sholat, belajar, bekerja, dll. Termasuk pula dalam prestasi-prestasi keilmuan bagi seorang pelajar. Ketikadalam ujian, jangan sampai ada yang mengatakan, “ah yang penting mah saya lulus”. Itu menunjukkan sikap yang tidak sesuai dengan semangat Ihsan. Mestinya kita mengatakan, “Saya bertekad untuk mendapatkan prestasi terbaik, yaitu juara satu.”

Untuk mencapai prestasi tertinggi itu hendaklah melakukan Doa dan Usaha. Usaha tanpa doa adalah sombong, sebaliknya doa tanpa usaha adalah bohong. Kadang ada orang yang mengandalkan usahanya saja, tanpa mau berdoa kepada Alloh, dia lupa bahwa yang memberikan kemampuan itu adalah Alloh SWT, sehingga ketika dia mendapatkan suatu ni’mat keberhasilan, dia mengatakan “Ini hasil jerih payahku”, tanpa sadar orang tersebut menjadi sombong. Maka jadilah seperti Nabi Sulaiman as ketika diberikan ni’mat yang besar, tetapi jangan menjadi seperti Qorun. Kita tahu Nabi Sulaiman adalah manusia yang paling kaya di dunia ini, tidak ada yang bisa menandingi kekayaannya baik sebelum atau sesudahnya, bahkan ia memiliki kerajaan yang besar yang tidak hanya terhadap manusia, bahkan meliputi bangsa Jin dan binatang. Tetapi beliau tidak sombong, ia mengatakan: “Hadza min fadli Robbii, liyabluwani a asykuru am akfuru”. (Ini adalah karunia dari Robbku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau malah kufur). Sementara Qorun adalah orang yang diberi banyak kekayaan tetapi ia sombong, ketika dia mendapatkan keni’matan dan menjadi raja, ia mengatakan: “Hadza min ilmin ‘indi.” (ini adalah hasil dari ilmuku).

Oleh karena itu, gantungkanlah cita-citamu setinggi-tingginya hingga engkau mencapai cita-cita yang paling tinggi yaitu Surga Al-Firdaus. Dan jangan lupa untuk selalu bersyukur terhadap ni’mat-ni’mat keberhasilan yang dicapai.

Nashrun minallohi wafathun qorib wabasy-syiril Mu’minin.

Salam perjuangan,

Muhammad Atim

Tinggalkan komentar